Bawaslu Soroti Masalah Data Ganda di KPU, Disabilitas, Surat Kematian, Hingga Keanggotaan TNI/Polri Dibahas

Manado, Zona-akurat.com – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sulawesi Utara melalui Steffen Linu, Koordinator Divisi Pencegahan, Parmas, dan Humas Bawaslu Sulut, menyoroti sejumlah permasalahan dalam penyusunan Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Masalah Utama di KPU: Data Ganda dan Dokumen Belum Lengkap

Salah satu isu utama yang dihadapi KPU adalah data pemilih ganda. Kegandaan ini terjadi akibat ketidaksesuaian antara Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih) dengan identitas kependudukan yang tercatat di Dukcapil.

Steffen Linu juga menyebutkan bahwa masih ada saran perbaikan dari Bawaslu yang belum ditindaklanjuti oleh KPU, terutama terkait dokumen autentik seperti Surat Keterangan Kematian dan dokumen keanggotaan TNI/Polri.

Kondisi ini dikhawatirkan bisa berdampak pada hak pilih masyarakat, termasuk potensi adanya pemilih baru yang tidak terdata dengan baik. “Kita harus memastikan setiap dokumen autentik sudah lengkap sebelum memasuki tahapan finalisasi daftar pemilih,” jelas Steffen.

Masalah Pemilih Disabilitas dan Pemilih di Lokasi Khusus

Steffen juga menyoroti tantangan dalam pemutakhiran data bagi pemilih disabilitas, di mana beberapa pemilih disabilitas tidak dicantumkan keterangan ragam disabilitasnya, yang bisa berdampak pada layanan khusus yang mereka butuhkan saat pemungutan suara.

Selain itu, Bawaslu menekankan perlunya perhatian terhadap pemilih di lokasi khusus, yang sering kali mengalami kesulitan dalam pengecekan daftar pemilih karena data tidak disampaikan secara lengkap kepada pengawas pemilu.

Bawaslu Tegaskan Pentingnya Data Mutakhir dan Akurat

Sebagai upaya pencegahan, Bawaslu melakukan pemetaan kerawanan sebagai langkah mitigasi untuk memastikan validitas daftar pemilih. Steffen Linu menegaskan bahwa Bawaslu selalu meminta KPU menggunakan data terbaru dan akurat dalam setiap proses verifikasi.

“Prinsip mutakhir dalam penyusunan daftar pemilih sangat penting. KPU harus memastikan data yang mereka miliki adalah yang paling valid dan terkini,” tambahnya.

Bawaslu juga menegaskan bahwa proses verifikasi harus dilakukan dengan menggunakan data riil, bukan asumsi. Dalam hal ini, sampling data dilakukan untuk menguji kebenaran data pemilih dan menghindari potensi masalah di kemudian hari.

Sanksi Hukum untuk Pemberian Keterangan Palsu

Bawaslu memperingatkan adanya konsekuensi hukum bagi mereka yang memberikan keterangan palsu terkait data pemilih. Berdasarkan Pasal 177 UU Pilkada, setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau orang lain untuk pengisian daftar pemilih dapat dikenakan sanksi pidana. Hukuman penjara bisa mencapai 12 bulan, dan denda maksimal Rp12 juta. (ly). 

Related posts