Manado, Zona-akurat.com – Kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 bukan hanya sebuah deklarasi, melainkan awal dari perjuangan panjang di panggung internasional. Meski rakyat Indonesia merayakan momen bersejarah ini setiap tahun, realitasnya, pengakuan resmi dari Belanda baru diberikan pada 27 Desember 1949, empat tahun lebih sejak Soekarno mengumumkan kemerdekaan.
Mengapa Belanda Menolak di Awal?
Bagi Belanda, proklamasi Indonesia tidak lebih dari sebuah langkah sepihak yang mengancam stabilitas ekonominya. Negeri kincir angin ini telah lama bergantung pada hasil kolonial, termasuk Hindia Belanda yang menjadi salah satu sumber utama kekayaannya. Ketakutan terhadap keruntuhan ekonomi membuat Belanda bersikeras untuk mempertahankan kontrol atas Indonesia. Sebagai pemenang Perang Dunia II, Belanda merasa berhak merebut kembali bekas jajahan negara yang kalah.
Perang dan Negosiasi yang Panjang
Kehadiran pasukan Belanda di akhir 1945 memicu konflik bersenjata yang berkepanjangan. Rakyat dan militer Indonesia berjuang mati-matian mempertahankan kemerdekaan mereka. Setelah perang dan negosiasi intens, termasuk Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 1949, akhirnya Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia. Namun, pengakuan itu datang dengan harga mahal: Indonesia harus menanggung utang kolonial yang diwariskan oleh Belanda.
Baca juga: Pewarta Pemprov Sulut Terbentuk, Sonny Tadjure Dipercayakan Jadi Nahkoda
Perubahan Sikap Belanda: Proses Lambat dan Kompleks
Meski pengakuan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 sempat ditolak, desakan dan perubahan zaman mulai melunakkan sikap Belanda. Rencana Ratu Beatrix untuk menghadiri perayaan kemerdekaan di Jakarta pada 1995 gagal terlaksana akibat protes dari kelompok veteran. Baru pada 2005, melalui kehadiran Menteri Luar Negeri Bernard Bot di peringatan 17 Agustus, Belanda secara simbolis mengakui tanggal tersebut sebagai hari kemerdekaan Indonesia.
Penyesalan dan Permintaan Maaf
Di balik pengakuan itu, permintaan maaf atas penderitaan masa kolonialisme masih menjadi persoalan. Pada 2005, Belanda menyatakan penyesalan mendalam, tetapi baru pada 2023 Raja Willem-Alexander mengucapkan permintaan maaf resmi atas tindakan kolonialisme yang dilakukan oleh negaranya.
Menatap Masa Depan
Sejarah panjang ini menjadi pelajaran penting bagi kedua negara. Dari konflik hingga rekonsiliasi, perjalanan pengakuan kemerdekaan Indonesia menunjukkan betapa kompleksnya hubungan antara bangsa penjajah dan bekas jajahannya. Kini, saat luka masa lalu mulai terobati, kedua negara diharapkan dapat melangkah bersama menuju masa depan yang lebih baik, dengan semangat saling menghormati.