SANGIHE.ZONAAKURAT.COM – Sidang perkara pidana nomor 39/Pid.B/2025/PN Thn kembali menyita perhatian publik setelah tim kuasa hukum menuding adanya kejanggalan dalam penetapan terdakwa. Kasus ini menyeret nama dua warga, Handri Dalema dan Fandi Dalema, yang menurut pembelaan pengacaranya justru merupakan korban, bukan pelaku.
Sidang dengan agenda duplik di Pengadilan Negeri (PN) Tahuna itu menghadirkan tim kuasa hukum dari Law Firm A.A. Boham & Partners, dipimpin oleh Alfianus A. Boham, SH., MH bersama Mac Arthur Roboth, SH, Wensy Wengke, SH, Chanly M. Iroth, SH, dan Agus Y. Tawas, SH., MH.
Korban Jadi Terdakwa?
Dalam dupliknya, kuasa hukum menegaskan Handri Dalema adalah korban penganiayaan oleh FJS, anggota DPRD aktif. Ironisnya, meski PN Tahuna sebelumnya sudah memvonis FJS bersalah dan menjatuhkan hukuman 1 bulan 15 hari penjara—yang kemudian diperberat Pengadilan Tinggi Manado menjadi 2 bulan penjara—Handri justru kini duduk di kursi terdakwa.
“Tidak ada alasan yuridis maupun moral untuk menghukum korban yang sudah berlumuran darah, menderita fisik, psikis, dan sosial,” tegas Alfian Boham dalam sidang.
Anak Membela Ayah, Malah Dituduh Menganiaya
Sementara itu, Fandi Dalema, anak Handri, juga ikut dijerat hukum. Jaksa Penuntut Umum menilai tindakannya memukul FJS dengan kayu sebagai penganiayaan. Namun tim kuasa hukum menyebut aksi itu murni refleks kemanusiaan karena Fandi melihat ayahnya masih diserang dengan katapel berisi batu dan lemparan kelapa.
“Fandi Dalema tidak memiliki niat jahat. Tindakannya merupakan bentuk noodweer atau pembelaan terpaksa sebagaimana diatur dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP,” terang kuasa hukum.
Tuntutan Dibebaskan
Kuasa hukum meminta majelis hakim menolak seluruh tuntutan jaksa, menyatakan kedua terdakwa tidak terbukti bersalah, serta membebaskan dan memulihkan nama baik mereka.
“Jika hukum justru menghukum mereka, maka keadilan akan menangis. Handri adalah korban, dan Fandi hanyalah anak yang berusaha menyelamatkan ayahnya,” pungkas tim pembela.
Hingga berita ini diturunkan, majelis hakim PN Tahuna masih menunda pembacaan putusan. Publik kini menunggu, apakah hukum akan berpihak pada fakta, atau justru menambah deretan kontroversi peradilan di daerah.

